Minggu, 09 Oktober 2011

kontemplasi

. Minggu, 09 Oktober 2011
0 komentar

akhirnya..... setelah merenung beberapa lama tentang apakah perlu melanjutkan blog ini, saya melihat ternyata cukup banyak pengguna internet yang mengunjungi blog ini. tidak ada salahnya memperkaya pengetahuan masyarakat mengenai berbagai hal perihal penyidikan pidana perpajakan, tidak ada juga ruginya agar masyarakat mengetahui hak haknya ketika berhadapan dengan masalah seperti ini. dari pengamatan kami belakangan ini masalah yang lagi trend adalah masalah faktur pajak. ternyata begitu banyak permasalahan yang ditimbulkan oleh administrasi pajak keluaran vs pajak masukan dan adanya justifikasi sebagai pengguna faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. tidak dapat dipungkiri banyak pengusaha belakangan ini mengeluhkan begitu banyak himbauan yang dikeluarkan oleh kantor pelayanan pajak dari adanya kasus pidana perpajaskan yang sudah inkrah di pengadilan. ada banyak pertanyaan tentang hal tersebut, mulai pengenaan sanksi yang berbeda beda dan tak luput juga ancaman petugas agar wajib pajak segera memperbaiki spt nya kalau tidak ingin dilakukan tindakan pemeriksaan dan penyidikan juga. dan pertanyaannya tentu akan banyak, apakah terhadap kasus yang sudah diputus dipengadilan dan sipelaku dijatuhi hukuman dan denda atas FP tersebut masih harus dikoreksi kembali oleh si pengguna ? lebih jauh lagi mungkinkan si pengguna yang tidak memperbaiki spt nya sesuai himbauan akan dapat dikenai tindakan pemeriksaan bahkan penyidikan ? oleh karena itu lebih awal saya ingin menjembatani pemahaman mengenai faktur pajak dan masalah pemidanaannya, dan bagaimana kerugian negara dapat timbul sedemikian hebatnya dengan lembaran "sekedar" kertas Faktur Pajak tersebut. marilah kita diskusikan berbagai hal terkait FP tersebut secara terbuka dan kita ungkapkan semua secara transparan. harapan kita tentu agar penyidikan pajak ini bukan menjadi sesuatu ilmu yang khusus yang tidak dapat dipahami oleh fihak lain selain fiskus. penyidikan pajak tidaklah eksklusif, hambatannya selama ini ketika kasus pidana pajak sudah sampai tahap penyidikan, konsultan pajak sudah tidak dapat berperan lagi. di sisi lain banyak pengacara yang hambatannya kurang memahami pajak secara praktis selain sekedar membaca UU saja, sementara ketika bicara penyidikan pajak tentu akan melibatkan ilmu akuntansi, pengetahuan perpajakan secara praktis dan KUHAP tentunya..... salam hangat

Klik disini untuk melanjutkan »»

Minggu, 03 Mei 2009

apa yang perlu anda ketahui tentang penyidikan pajak ?

. Minggu, 03 Mei 2009
3 komentar

Apa sih yang dimaksud dengan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan itu?

Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Ditjen Pajak (bukan yang dilakukan oleh penyidik kepolisian,kejaksaan atau KPK) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya.


Perihal definisi penyidikan ini tentu mengakar pada definisi penyidikan sebagaimana UU No. 8 Tahun 1981 tentang HAP yang menyatakan bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya


Kalau demikian siapa yang dimaksud dengan penyidik pajak itu ?

Penyidik pajak adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu (PPNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kenapa penyidikan harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil tertentu, apa yang dimaksud tertentu tersebut ?

Disebut tertentu karena dalam hal terjadi tindak pidana di bidang perpajakan, UU KUP hanya memberikan wewenang kepada PPNS Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penyidikan tidak kepada semua pegawai.
Hal ini didasarkan pada Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.

Selain itu ada juga Surat Edaran Jaksa Agung nomor SE-001/J.A/5/2000 tentang penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan yang antara lain menyatakan bahwa kasus-kasus menyangkut masalah perpajakan pada dasarnya akan diselesaikan oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak melalui prosedur teknis perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Kalau begitu apa saja wewenang dari pegawai negeri sipil tertentu yang disebut Penyidik ini ?

Penyidik dapat melakukan hal hal sbb.:
1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
4. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
7. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada nomor 5;
8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10.menghentikan penyidikan;
11.melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jadi tindak pidana pajak itu sendiri apa sih ?

Tindak pidana di bidang perpajakan adalah segala perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan, yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP).
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh).
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN).
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (UU PBB).
e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU BM).
f. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP).
g. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB).
h. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PP).

Apakah semua UU itu mengatur mengenai sanksi pidana ?

Tidak semua UU tersebut mengatur sanksi pidana, dari kedelapan undang-undang perpajakan diatas hanya UU KUP, UU PBB, UU BM, dan UU PPSP saja yang mengatur sanksi pidana.

Pasal mana saja yang mengatur tindak pidananya ?

Pasal-pasal yang mengatur tindak pidana di bidang perpajakan adalah sebagai berikut :
a. UU KUP adalah
Pasal 38, 39, 39A, 41, 41A, 41B, 41C, dan 43
b. UU PBB diatur dalan Pasal 24 dan 25
c. UU BM diatur dalam Pasal 13 dan 14
d. UU PPSP diatur dalam Pasal 41A.

Meliputi perbuatan apa sajakah tindak pidana di bidang perpajakan ?

Tindak Pidana di Bidang Perpajakan meliputi perbuatan:
1. yang dilakukan oleh seseorang atau oleh Badan yang diwakili orang tertentu (pengurus);
2. memenuhi rumusan undang-undang;
3. diancam dengan sanksi pidana;
4. melawan hukum;
5. dilakukan di bidang perpajakan;
5. dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara

O ya, apakah memang penyidik pajak itu punya wewenang untuk menangkap Wajib Pajak yang sudah ditetapkan menjadi tersangka ?

Tentu saja PPNS Ditjen Pajak tidak berwewenang untuk menangkap secara langsung. Tetapi PPNS DJP dapat menggunakan wewenangnya melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. PPNS dapat meminta bantuan pihak Kepolisian sebagai Korwasnya untuk melakukan penangkapan dan atau penahanan atas permintaan penyidik pajak. Sehingga disini harus terdapat fungsi koordinasi antara POLRI dan PPNS Ditjen Pajak.

Setelah ditangkap oleh POLRI, dimana tahanan tersebut ditempatkan ? Apakah ada jangka waktunya juga ?

Tahanan tersebut biasanya dititip di Polda atau Rutan dengan status sebagai tahanan penyidik Ditjen Pajak
Dalam melakukan penahanan, batas waktunya sesuai dengan KUHAP. Apabila lewat waktu, maka penahanan dengan sendirinya batal demi hukum, dan tersangka harus dibebaskan.
Lama penahanan tergantung pada tindakan hukum yang berlangsung, yaitu :
Penyidik paling lama 60 hari;
- 20 hari atas nama dan perintahnya sendiri
- dapat meminta perpanjangan kepada penuntut umum, tidak lebih dari satu kali
perpanjangan, paling lama 40 hari

Apakah ada sanksi kepada pihak lain terkait dengan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Ditjen Pajak ?

1. Pihak ke-3 (Bank, Akuntan Publik, Notaris, Konsultan Pajak, Kantor Administrasi dan lainnya) yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti yang diminta, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
2. Siapa saja yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, diancam dengan penjara pidana selama-lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Jadi apa sebenarnya tujuan pidana pajak itu sendiri ?

Tujuannya tentu saja menciptakan deterrent effects (efek pencegahan) agar orang lain tidak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Dan tujuan pemidanaan ini masih sesuai dengan Teori Relatif (KUHP) yakni :
1. Untuk menciptakan deterrent effect
2. Sebagai koreksi terhadap pelanggar agar menjadi baik
3. Menyeimbangkan kembali keadilan masyarakat yang ternoda
4. Membalas perbuatan pelaku
Pemidanaan ini juga sejalan dengan Teori Absolut yang menyatakan bahwa Seseorang dipidana untuk memenuhi bunyi undang-undangnya.

Apa bunyi Undang Undang yang dilanggar tersebut ?

Inilah yang menjadi dasar pemidanaan itu saat ini yaitu UU No. 28/2007 tentang KUP :

Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Penjelasan Pasal 38
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana.
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Pasal 39
(1) Setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
(3) Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Penjelasan Pasal 39

Ayat (1)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.

Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Ayat (2)
Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai sanksi pidana lebih berat, yaitu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana yang diatur pada ayat (1).

Ayat (3)
Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

Pasal 39A
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

Penjelasan Pasal 39A
Faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Oeh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.

Pasal 40

Tindak pidana dibidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 40
Tindak pidana dibidang perpajakan daluwarsa 10 (sepuluh) tahun, dari sejak saat terutangnya pajak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum dan Hakim. Jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, selama 10 (sepuluh) tahun.

Untuk sementara ini dulu yang dapat saya tulis, lain waktu kita lanjutkan dengan aplikasinya berdasarkan kasus-kasus penyidikan yang sudah masuk dalam pemberitaan media ataupun yang berdasarkan publikasi di internet.

Salam

Klik disini untuk melanjutkan »»

Kamis, 30 April 2009

CID-IRS

. Kamis, 30 April 2009
2 komentar

Selayang pandang: Criminal Investigation Division (CID) – Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat
============================================
Tanpa bermaksud melebih-lebihkan organisasi di negara lain, tulisan ini hanya bermaksud memberikan inspirasi setidaknya informasi yang mungkin berguna bagi sidang pembaca blog ini. Selamat membaca.

A. Sejarah
Criminal Investigation Division (CID) – Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat didirikan pada tanggal 1 Juli 1919. Awalnya enam orang inspektur kantor pos di AS dipindahkan ke Bureau of Internal Revenue sebagai agen khusus yang pertama
sebagai cikal bakal berdirinya CID di IRS. Tugas awal mereka adalah sebagai Unit Intelijen yang kemudian berkembang pesat setelah mendapat pelatihan yang intensif dan memiliki dedikasi yang tinggi, sehingga dikemudian hari unit CID dikenal memiliki penyidik finansial yang terbaik di dunia.
Unit Intelijen tersebut kemudian lebih dikenal karena memiliki kemampuan di bidang investigasi keuangan, terlebih pada tahun 1930-an setelah mereka berhasil menangkap dan memenjarakan mafia nomor wahid pada masa itu yaitu : Al Capone, atas tuduhan penggelapan pajak penghasilan dan peranan anggotanya dalam pengungkapan kasus penculikan anak dari Lindbergh. Selanjutnya Unit Intelijen tersebut semakin diakui keberhasilannya dalam pengungkapan kasus-kasus penggelapan pajak yang dilakukan baik oleh warga negara biasa, pengusaha terkenal, pejabat pemerintahan hingga tokoh-tokoh kriminal yang terkenal.
Pada bulan Juli 1978, Unit Intelijen tersebut diubah namanya menjadi Criminal Investigation (CI). Selanjutnya, kewenangan dari CI meluas hingga termasuk kasus-kasus pencucian uang dan pelanggaran mata uang (currency) sebagai tambahan kewenangan disamping penyidikan atas penggelapan pajak. Bagaimanapun juga, peranan inti dari CI tidak berubah yaitu memenuhi peranan penting dalam menjamin integritas dan keadilan dari sistem perpajakan nasional di AS.
Sebagai catatan akhir, sejak berdiri pada tahun 1919 hingga kini, angka keberhasilan dalam penuntutan oleh CI tidak pernah dibawah 90 persen. Prestasi tersebut merupakan angka tertinggi yang tidak pernah dapat disaingi oleh lembaga penegak hukum federal lainnya di AS.

B. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Kantor Pusat:
1111 Constitution Ave NW
Room 2501
Washington, DC 20224
Manajemen:
Eileen C. Mayer, Chief, Criminal Investigation

CI di IRS memiliki 4.400 pegawai yang tersebar di seluruh dunia, 2.800 orang diantaranya adalah agen khusus yang memiliki kewenangan di bidang perpajakan, pencucian uang dan Bank Secrecy Act. Sementara agen-agen federal lainnya juga memiliki kewenangan di bidang pencucian uang dan pelanggaran Bank Secrecy Act, IRS dikenal sebagai satu-satunya organisasi lembaga federal yang dapat melakukan penyidikan atas potensi tindak pidana perpajakan.
Seperti halnya dengan Indonesia, tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak di AS atas peraturan perpajakan sangat mengandalkan pada sistem self-assessment. Inilah yang disebut kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Ketika seseorang atau organisasi secara sengaja memutuskan untuk tidak patuh terhadap hukum (aturan), maka mereka harus berhadapan dengan pemeriksaan publik atau penyidikan kriminal yang dapat mengakibatkan pada penuntutan dan kemungkinan penahanan. Publikasi atas penuntutan tersebut dapat memberikan deterrent effect yang dapat meningkatkan voluntary compliance.

Sebagai penyidik finansial, agen-agen khusus dari CI memenuhi kebutuhan unik dalam komunitas penegakan hukum federal di AS. Skema-skema yang canggih dan kompleks yang ada sekarang ini untuk merugikan keuangan negara membutuhkan kemampuan analitis dari para penyidik finansial yang melingkupi seluruh dokumen tertulis (hardcopy) serta catatan keuangan secara komputerisasi (informasi/transaksi elektronik) atau softcopy.
Sehubungan dengan adanya otomatisasi dari transaksi atau catatan keuangan, para agen khusus dari CI telah dilatih untuk dapat menangani alat bukti berupa data elektronik. Selain kemampuan dibidang penyidikan finansial, para agen khusus menggunakan teknologi forensik untuk melakukan prose “recovery” data keuangan yang mungkin di-enkripsi, dilindungi dengan password, atau disembunyikan atau dihapus.

C. Misi dan Strategi

Misi
Investigasi Kriminal (Criminal Investigation (CI)) melayani publik/masyarakat di Amerika Serikat melalui penyidikan atas potensi tindak pidana perpajakan sesuai undang-undang perpajakan dan kejahatan finansial yang terkait dengan tujuan peningkatan kepercayaan atas sistem perpajakan dan kepatuhan terhadap hukum perpajakan).

Prioritas Strategi:
Rencana strategi dari CI terdiri atas tiga program yang terkait antar satu dan lainnya, yaitu:
1. Legal Source Tax Crimes;
2. Illegal Source Financial Crimes; and
3. Narcotics Related Financial Crimes.

Ketiga program tersebut saling mendukung satu sama lainnya dan mendukung penerapan dari seluruh wewenang yang dimiliki oleh CI, proses penjurian di AS, teknik-teknik penegakan hukum untuk memerangi pelanggaran di bidang perpajakan, pencucian uang dan mata uang. CI harus melakukan penyidikan dan membantu dalam proses penuntutan dalam penyidikan finansial yang bertujuan memberikan deterrent effect yang maksimal, meningkatkan kepatuhan dari seluruh Wajib Pajak , dan mendukung kepercayaan publik atas sistem perpajakan di AS.

Sebagai penutup tulisan ini diperoleh informasi bahwa pada tahun fiskal 2007, CI telah melakukan 4.600 penyidikan. Angka tersebut merupakan angka tertinggi selama tujuh tahun terakhir dan mengalami peningkatan sebanyak 50 persen dibandingkan tahun fiskal 2002. Individu yang menjadi tersangka pada tahun fiskal year 2007 berjumlah 2.155 orang.

Andri P. Heriyanto

Klik disini untuk melanjutkan »»

Rabu, 29 April 2009

kasus kasus penyidikan

. Rabu, 29 April 2009
5 komentar

Pegawai Pajak Terlibat
Jawa Pos, 3 Juni 2008


Dalam Penggelapan Pajak Tiara Dewata

DENPASAR - Ibarat jeruk makan jeruk, tim penyidik yang diberi amanat menangani kasus dugaan penggelapan pajak Tiara Dewata Group, malah membidik pegawai pajak sendiri. Terutama para pegawai Kanwil Pajak Bali yang bertugas menerima Surat Pembayaran Tahunan (SPT) dari Tiara Dewata Group.


"Tim kita terus bekerja, saat ini masih dalam tahap pembuatan BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Kabid Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak (P4) Kanwil Pajak Bali Haryono, kemarin. Pejabat pajak yang ditunjuk sebagai ketua tim penyidik kasus Tiara Dewata ini tidak membantah bahwa selain pejabat Tiara, yang dimasukkan dalam BAP saat ini adalah pegawai pajak sendiri. "Ya teman-teman pajak sendiri juga kita masukkan dalam BAP," tandasnya.

Berapa jumlah pegawai pajak yang di masukkan BAP? Sayangnya, untuk urusan yang satu ini tim penyidik masih sangat tertutup. Haryono mengatakan, belum bisa mengungkapkan sekarang. "Saya janji, nanti kalau penyidikan sudah rampung, kasus ini bakal saya gelar di hadapan media. Tapi untuk saat ini saya belum bisa," kilahnya.

Proses penyidikan yang dilakukan tim Kanwil Pajak Bali yang di-back up penyidik pajak pusat ini memang terkesan sangat tertutup. Bahkan Haryono juga enggan menyebutkan siapa saja petinggi Tiara Dewata yang telah dibidik menjadi calon tersangka. "Belum kita belum sampai ke sana," tandasnya.

Sejauh ini, para petinggi Tiara Dewata Group yang terlibat aksi ngempang pajak itu juga belum diperiksa. Haryono mengatakan, timnya baru memeriksa para karyawan Tiara Dewata yang bersentuhan dengan keuangan. "Jumlah pastinya saya tidak hafal. Karena saya baru datang dari Jakarta. Yang jelas, karyawan bagian kasir, akunting, dan beberapa suplayer sudah kita panggil untuk dimintai keterangan," kata Haryono.

Kendati berjalan lambat dan sangat tertutup, namun Haryono optimistis timnya mampu menyelesaikan kasus tersebut dalam rentang waktu dua bulan. Itu sesuai dengan target yang pernah diungkapkan beberapa waktu lalu. "Mudah-mudahan, dalam dua bulan ini kasus Tiara Dewata bisa kita limpahkan ke Kejaksaan," harap lelaki dengan tampilan kalem itu.
===================================================================================

mari kita diskusikan, apakah pegawai pajak yang masuk dalam BAP merupakan indikasi bahwa petugas pajak terlibat dalam konspirasi ?????

===================================================================================

Ada Delapan Tersangka dari Tiara Dewata
Harian Kontan, 17 Mei 2008


Penyidik pajak mengejar kepatuhan konglomerat daerah

JAKARTA. Aparat pajak akhirnya meningkatkan pemeriksaan menjadi penyidikan terhadap kelompok usaha Tiara Dewata Grup (TDG) di Denpasar Bali. Aparat pajak sudah menetapkan delapan tersangka, yang sebagian besar adalah pengurus perusahaan, baik direksi maupun komisaris. Adalah Direktur Intelejen dan Penyidikan Pajak, Muchamad Tjiptardjo yang menegaskan peningkatan status menjadi penyidikan itu, Jumat (16/5) di Jakarta.

Sementara Kepala Sub Direktorat Intelejen Pajak Pontas Pane menjelaskan, Direktorat Jenderal Pajak telah menyerahkan sepenuhnya penyidikan kasus ini kepada bagian Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak, (P4) Kantor Wilayah Denpasar. "Mereka sekarang sedang bekerja, dalam dua minggu ke depan akan kembali memberikan laporan," kata Pontas.

Hingga kini kantor pajak memang belum menetapkan berapa besar dugaan kerugian negara yang terjadi akibat penghindaran pajak oleh TDG. Pontas memperkirakan tim akan selesai menghitung berapa besar kerugian negara yang timbul, dalam sebulan ke depan.

Kelompok usaha ini adalah pemilik jaringan ritel Tiara, dan merupakan jaringan peritel terbesar di Pulau Dewata. Seorang sumber di Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa nilai penggelapan pajak dari lima perusahaan yang bernaung di TDG bisa mencapai Rp 30 miliar. Adapun lima perusahaan yang bernaung di TDG adalah Tiara Dewata (TD), Tiara Grosir (TG), Tiara Kuta Galeria (TKG), TiaraMonang Maning (TMM) dan Tiara Gatzu. (TGz).

Total nilai penggelapan pajaknya itu merupakan akumulasi penggelapan pajak pada 2005-2006. Tjiptardjo mengatakan, modus yang mereka lakukan adalah menyiutkan nilai omzet perusahaan, dan pembukuan ganda alias double accounting. Dengan begitu, pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi lebih kecil.

Tjiptardjo sebelumnya menyatakan omzet yang dilaporkan cuma sekitar 30%-35% dari nilai sebenarnya (KONTAN, 11 April 2008). Hingga berita ini naik cetak KONTAN belum berhasil mendapat tanggapan dari TDG. Manajer TGD Benetikta Talim belum mengangkat telepon maupun membalas pesan pendek KONTAN.

Tak mungkin mundur

Pontas menegaskan, kasus yang sudah masuk ke tahap penyidikan ini tidak mungkin mundur lagi, meskipun Wajib Pajak menawarkan perdamaian. Untuk menghentikan sebuah kasus perpajakan yang sudah masuk tahap penyidikan harus ada persetujuan dari Menteri Keuangan dan Kejaksaan Agung. "Sesuai dengan Pasal 44B UU No 28 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, WP bisa membayar denda, tapi nilainya lima kali lipat dari kekurangan pembayaran pajak mereka," tambah Pontas.

Yang menarik, aparat pajak tak hanya memburu kelompok usaha di Bali. Aparat pajak juga berencana memburu perusahaan-perusahaan besar yang ada di daerah lain. "Tunggu saja," kata Tjiptardjo. Kalaupun sekarang baru merambah Bali, Tjiptardjo bilang, lantaran aparat pajak sudah meneropong TDG sejak 2007. Lalu pemeriksa pajak juga telah mengumpulkan segudang barang bukti berupa faktur, dan jurnal transaksi.

Untuk ukuran nasional penggelapan pajak di Bali ini memang kecil. Tapi temuan ini merupakan penggelapan pajak terbesar di Bali. Maklum, total setoran pajak dari Bali pada triwulan I 2008 hanya Rp 2,9 triliun.

Aparat pajak akhir-akhir ini memang tambah galak, karena target setoran ke kas negara naik terus. Untuk itu, pajak mulai mengumpulkan 150 wajib pajak terbesar di masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP). Selanjutnya pemeriksa pajak meneliti dengan lebih serius tiap surat pemberitahuan tahunan (SPT) mereka. Apakah mereka telah melaporkan kewajiban pajaknya sesuai dengan dengan keadaan sesungguhnya, atau malah menguranginya.

Martina Prianti, Syamsul A., Sanny Cicilia Simbolon

Klik disini untuk melanjutkan »»

kasus kasus penyidikan

.
4 komentar



Kamis, 23-04-2009
Diduga Manipulasi SPT, Pengusaha Kayu Ditahan

Rugikan Negara Rp 76 M


TAHAN - Kakanwil DJP Sulselbartra Eddi Setiadi, saat memberi keterangan terkait penahanan seorang pengusaha kayu yang diduga memanipulasi data pendapatan usahanya, Rabu (22/4).

MAKASSAR, BKM -- Jangan coba-coba memanipulasi data pendapatan Anda untuk menghindari pembayaran pajak yang besar. Konsekuensinya bisa sampai ke proses hukum.


Inilah yang dialami HG, seorang pengusaha kayu asal Makassar. Diduga teridentifikasi memanipulasi data pendapatan usahanya, HG dilapor ke Polda Sulselbar, hingga akhirnya ia ditahan.
Diduga, HG sengaja memanipulasi data pendapatan perusahaannya untuk menghindari pengenaan pajak yang besar.
Hal ini disampaikan Kepala Kanwil DJP Sulselbartra Eddi Setiadi, di kantornya, Rabu (22/4). Saat memberi keterangan, Eddi didampingi Kepala Bidang P4 Muhammad Kifni, Ketua Kelompok Penyidik EH Purba, Kepala Kantor KPP Pratama Makassar Utara Suharto, dan Ketua Tim Penyidik Yul Dirga.
Eddi menegaskan, manipulasi data pajak dilakukan HG pada tahun 2005 dan 2007. HG adalah wajib pajak (WP) di wilayah KPP Makassar Utara.
"Rabu dinihari sekitar pukul 02.00 Wita, ia resmi ditahan di Mapolda Sulsel. Perusahaan HG adalahperusahaan yang bergerak di bidang ekspor barang dan barang olahan berupa kayu olahan (moulding)," terang Eddi.
Ia memaparkan, pada tahun 2005, HG melaporkan surat pajak tahunannya (SPT) ke kantor pajak hanya Rp 161.886.500. Sedangkan sesuai konfirmasi peredaran usaha berdasarkan pemberitahuan ekspor barang (PEB) sebesar Rp 36.164.680.732.
Itu berarti, ada sekitar Rp 36.002.794.732 pendapatannya tidak dilaporkan ke kantor pajak.
Begitupula pada tahun 2007, masih menurut Eddi, dalam SPT-nya HG hanya melaporkan pendapatannya sebesar Rp 14.250.829.657, dan peredaran usaha berdasarkan PEB sebesar Rp 54.778.624.205.
Atau ada sekitar Rp 40.527.794.548 yang tidak dimasukkan dalam SPT. Sehingga dalam dua tahun ini, ada sekitar Rp 76.530.588.780 selisih pendapatan yang tidak disampaikan HG dalam SPT.
Jumlah kerugian negara akibat perbuatan HG ditaksir mencapai miliaran rupiah. Sedangkan untuk tahun pajak 2006, jelas Eddi Setiadi, HG telah melakukan memanfaatkan fasilitas sunset policy.
Kasus ini telah lama dilakukan pemantauan dan diikuti perkembangannya oleh petugas pemeriksa Kanwil DJP Sulselbartra.
''Pemantauan sudah dilakukan sejak Desember 2008. Yakni dengan melakukan analisis dan pengembangan informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bukti permulaan pada 17 Desember 2008. Dan pada 8 April 2009 telah dilakukan penyidikan. Dalam melakukan penyidikan, telah dimintai keterangan sebanyak 11 saksi. Termasuk pegawai di lingkup perusahaan itu sendiri. Jadi kita tidak serta merta langsung menetapkan seseorang sebagai tersangka,'' jelas Eddi.
Atas perbuatannya, tersangka HG dijerat pasal 39 ayat 1 huruf c jo. pasal 43 ayat (1) UU No.6 tahun 1983 dan telah beberapa kali diubah dengan UU No.16 tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. ''Perkara tersangka HG saat ini dalam proses penyidikan di Polda Sulsel. Diperkirakan pada bulan Mei 2009 sudah akan dilimpahkan ke Kejati Sulselbar," katanya.
Tersangka kini ditahan di Mapolda untuk kepentingan pembuatan berita acara pemeriksaan lebih lanjut. Tidak tertutup kemungkinan ada diantara saksi yang kemungkinan dapat diarahkan selanjutnya menjadi tersangka jika mereka terbukti terlibat dalam konspirasi.
Kata Eddi seraya menambahkan, dalam perkara ini tidak ada pegawai kantor pajak yang terlibat. Ini murni kesengajaan pihak HG selaku Direktur CV ASTK untuk mengurangi jumlah setoran pajaknya. ((mir/sya))

Klik disini untuk melanjutkan »»

Ditjen Pajak dan Penyidikan

.
3 komentar

Dengan berdirinya direktorat intelijen dan penyidikan maka ditjen pajak memulai era penegakan hukum dengan memidanakan para penjahat pajak termasuk
karyawan direktorat jenderal pajak sendiri yang menjadi bagian dari konspirasi kejahatan itu. bagaimana pendapat anda..??

Klik disini untuk melanjutkan »»

Penyidikan Pajak

.
2 komentar

Penyidikan tindak pidana perpajakan selangkah lebih maju menjadi bagian penegakan hukum di negeri ini. ditjen pajak saat ini begitu gencar memburu durjana durjana pajak yang selama ini begitu merdeka menggunakan berbagai rekayasa transaksi keuangan untuk mengurangi kewajibannya kepada negara.


Muncul berbagai reaksi baik positif dan negatif. dengan modernisasi ditjen pajak dan program perbaikan renumerasi, ditjen pajak mulai tampil dengan wajah baru. pajak akan menyentuh siapapun, walaupun berbagai kepentingan ada disana, termasuk kepentingan politik. dapatkah djp tegar ditengah berbagai perubahan yang tengah terjadi dan tetap dengan missinya menghimpun penerimaan negara dan menegakkan hukum dibidang perpajakan. Apa pendapat anda dan opini anda ?

Klik disini untuk melanjutkan »»