Minggu, 03 Mei 2009

apa yang perlu anda ketahui tentang penyidikan pajak ?

. Minggu, 03 Mei 2009

Apa sih yang dimaksud dengan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan itu?

Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Ditjen Pajak (bukan yang dilakukan oleh penyidik kepolisian,kejaksaan atau KPK) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya.


Perihal definisi penyidikan ini tentu mengakar pada definisi penyidikan sebagaimana UU No. 8 Tahun 1981 tentang HAP yang menyatakan bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya


Kalau demikian siapa yang dimaksud dengan penyidik pajak itu ?

Penyidik pajak adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu (PPNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kenapa penyidikan harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil tertentu, apa yang dimaksud tertentu tersebut ?

Disebut tertentu karena dalam hal terjadi tindak pidana di bidang perpajakan, UU KUP hanya memberikan wewenang kepada PPNS Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penyidikan tidak kepada semua pegawai.
Hal ini didasarkan pada Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.

Selain itu ada juga Surat Edaran Jaksa Agung nomor SE-001/J.A/5/2000 tentang penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan yang antara lain menyatakan bahwa kasus-kasus menyangkut masalah perpajakan pada dasarnya akan diselesaikan oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak melalui prosedur teknis perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Kalau begitu apa saja wewenang dari pegawai negeri sipil tertentu yang disebut Penyidik ini ?

Penyidik dapat melakukan hal hal sbb.:
1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
4. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
7. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada nomor 5;
8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10.menghentikan penyidikan;
11.melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jadi tindak pidana pajak itu sendiri apa sih ?

Tindak pidana di bidang perpajakan adalah segala perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan, yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP).
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh).
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN).
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (UU PBB).
e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU BM).
f. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP).
g. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB).
h. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PP).

Apakah semua UU itu mengatur mengenai sanksi pidana ?

Tidak semua UU tersebut mengatur sanksi pidana, dari kedelapan undang-undang perpajakan diatas hanya UU KUP, UU PBB, UU BM, dan UU PPSP saja yang mengatur sanksi pidana.

Pasal mana saja yang mengatur tindak pidananya ?

Pasal-pasal yang mengatur tindak pidana di bidang perpajakan adalah sebagai berikut :
a. UU KUP adalah
Pasal 38, 39, 39A, 41, 41A, 41B, 41C, dan 43
b. UU PBB diatur dalan Pasal 24 dan 25
c. UU BM diatur dalam Pasal 13 dan 14
d. UU PPSP diatur dalam Pasal 41A.

Meliputi perbuatan apa sajakah tindak pidana di bidang perpajakan ?

Tindak Pidana di Bidang Perpajakan meliputi perbuatan:
1. yang dilakukan oleh seseorang atau oleh Badan yang diwakili orang tertentu (pengurus);
2. memenuhi rumusan undang-undang;
3. diancam dengan sanksi pidana;
4. melawan hukum;
5. dilakukan di bidang perpajakan;
5. dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara

O ya, apakah memang penyidik pajak itu punya wewenang untuk menangkap Wajib Pajak yang sudah ditetapkan menjadi tersangka ?

Tentu saja PPNS Ditjen Pajak tidak berwewenang untuk menangkap secara langsung. Tetapi PPNS DJP dapat menggunakan wewenangnya melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. PPNS dapat meminta bantuan pihak Kepolisian sebagai Korwasnya untuk melakukan penangkapan dan atau penahanan atas permintaan penyidik pajak. Sehingga disini harus terdapat fungsi koordinasi antara POLRI dan PPNS Ditjen Pajak.

Setelah ditangkap oleh POLRI, dimana tahanan tersebut ditempatkan ? Apakah ada jangka waktunya juga ?

Tahanan tersebut biasanya dititip di Polda atau Rutan dengan status sebagai tahanan penyidik Ditjen Pajak
Dalam melakukan penahanan, batas waktunya sesuai dengan KUHAP. Apabila lewat waktu, maka penahanan dengan sendirinya batal demi hukum, dan tersangka harus dibebaskan.
Lama penahanan tergantung pada tindakan hukum yang berlangsung, yaitu :
Penyidik paling lama 60 hari;
- 20 hari atas nama dan perintahnya sendiri
- dapat meminta perpanjangan kepada penuntut umum, tidak lebih dari satu kali
perpanjangan, paling lama 40 hari

Apakah ada sanksi kepada pihak lain terkait dengan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Ditjen Pajak ?

1. Pihak ke-3 (Bank, Akuntan Publik, Notaris, Konsultan Pajak, Kantor Administrasi dan lainnya) yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti yang diminta, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
2. Siapa saja yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, diancam dengan penjara pidana selama-lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Jadi apa sebenarnya tujuan pidana pajak itu sendiri ?

Tujuannya tentu saja menciptakan deterrent effects (efek pencegahan) agar orang lain tidak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Dan tujuan pemidanaan ini masih sesuai dengan Teori Relatif (KUHP) yakni :
1. Untuk menciptakan deterrent effect
2. Sebagai koreksi terhadap pelanggar agar menjadi baik
3. Menyeimbangkan kembali keadilan masyarakat yang ternoda
4. Membalas perbuatan pelaku
Pemidanaan ini juga sejalan dengan Teori Absolut yang menyatakan bahwa Seseorang dipidana untuk memenuhi bunyi undang-undangnya.

Apa bunyi Undang Undang yang dilanggar tersebut ?

Inilah yang menjadi dasar pemidanaan itu saat ini yaitu UU No. 28/2007 tentang KUP :

Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Penjelasan Pasal 38
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana.
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Pasal 39
(1) Setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
(3) Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Penjelasan Pasal 39

Ayat (1)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.

Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Ayat (2)
Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai sanksi pidana lebih berat, yaitu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana yang diatur pada ayat (1).

Ayat (3)
Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

Pasal 39A
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

Penjelasan Pasal 39A
Faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Oeh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.

Pasal 40

Tindak pidana dibidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 40
Tindak pidana dibidang perpajakan daluwarsa 10 (sepuluh) tahun, dari sejak saat terutangnya pajak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum dan Hakim. Jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, selama 10 (sepuluh) tahun.

Untuk sementara ini dulu yang dapat saya tulis, lain waktu kita lanjutkan dengan aplikasinya berdasarkan kasus-kasus penyidikan yang sudah masuk dalam pemberitaan media ataupun yang berdasarkan publikasi di internet.

Salam

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ini forum bagus, kebetulan saya salah satu WP yg sedang kena musibah penyidikan oleh DJP. mungkin bisa diinfokan upaya-upaya apa yang bisa dimaksimalkan utk meringankan WP. terus terang konsultan pajak banyak yg belum berpengalaman dgn mslh spt ini. karena ada unsur tindak pidana, konsultan tdk berani menangani, pakai pengacara pun juga tidak banyak yg tahu hukum pajak. sementara ada tekanan2 juga dari pihak2 yg ingin mengambil kesempatan dalam kesusahan saya. mudah2an forum ini cepat maju dan berkembang.

Muhammad Syaroni mengatakan...

sip !

Unknown mengatakan...

Jika masih ada masalah bisa hubungi kami ke email dibawah ini

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar